BAB
II
KAJIAN TEORETIK TENTANG PENGARUH PENGGUNAAN METODE MAU’IZAH TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA
PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. Pengertian dan Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Mengajar
1.
Pengertian metode mengajar
Metode mengajar merupakan salah satu
faktor yang memegang peran penting dalam menciptakan suasana pendidikan. Nana
Sudjana (1989: 76) mendefinisikan metode mengajar adalah “cara yang digunakan
guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya
pengajaran. Dengan metode ini diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa
sehubungan dengan kegiatan mengajar guru”. Hal senada diungkapkan Ahmadi dan
Tri (1997:52) bahwa:
Metode mengajar
adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh
seorang guru atau instruktur, selain itu metode ialah teknik penyajian yang
dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di
dalam kelas, baik secara individual atau secara kelompok (klasikan), agar
pelajaran itu dapat diserap, difahami, dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik.
Makin baik metode mengajar, makin efektif pula pencapaian tujuan.
Sementara itu, Tardif dalam Muhibbin Syah
(2008:201) mendefinisikan metode mengajar adalah “cara yang berisi prosedur
baku untuk melaksanakan kegiatan kependidikan, khususnya kegiatan penyajian
materi pelajaran kepada siswa”. Sri Anitah
(2007: 1.24) mengungkapkan metode mengajar adalah “cara yang digunakan guru
dalam membelajarkan siswa”.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat
disimpulkan metode mengajar dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh
seorang pendidik dalam proses pembelajaran yang mengantarkan peserta didik
kepada tercapainya suatu tujuan pembelajaran. Salah satu keterampilan guru yang
paling utama dalam proses belajar
mengajar adalah keterampilan memilih metode. Pemilihan metode ini tergantung
pada usaha-usaha guru dalam membawakan pembelajaran yang sesuai dengan situasi
dan kondisi siswa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Karenanya seorang guru
yang baik adalah yang memahami pentinya ketepatan dalam penggunaan metode
sebagai salah satu komponen bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Oleh
karena itu, guru yang professional dan kreatif akan memilih metode mengajar
yang lebih tepat setelah menetapkan topik pembahasan materi dan tujuan
pelajaran serta jenis kegiatan belajar siswa yang dibutuhkan, sehingga
pembelajaran terlaksana dengan baik dan tujuan pembelajaran akan mudah
tercapai.
2. Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode
Setiap guru yang akan mengajar
senantiasa dihadapkan pada pilihan metode. Banyak ragam metode yang dapat
dipilih guru dalam kegiatan belajar mengajar, namun tidak semua metode bisa
dikategorikan sebagai metode yang baik, dan tidak pula semua metode dikatakan
tidak baik untuk dipergunakan, semuanya tergantung faktor-faktor yang
mempengaruhi pembelajaran ketika proses belajar mengajar berlangsung. Oleh
karena itu, Ramayulis (2005: 12)
mengemukakan beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam memilih metode
belajar diantaranya:
a. Tujuan
yang hendak dicapai,
setiap orang yang mengerjakan sesuatu haruslah mengetahui dengan jelas tentang
tujuan yang hendak dicapai;
b. Siswa, para siswa yang
akan menerima bahan pelajaran yang disajikan, diperhatikan oleh guru dalam
metode belajar, sebab metode belajar itu ada yang menuntut pengetahuan dan
kecepatan;
c. Bahan
pelajaran,
metode yang dipakai harus sesuai dengan bahan pelajaran yang disajikan;
d. Fasilitas, turut
menentukan terhadap metode belajar yang akan dipakai oleh guru;
e. Situasi, yang termasuk
dalam situasi disini adalah keadaan siswa, keadaan cuaca, keadaan guru, serta
keadaan kelas;
f. Partisipasi
(turut
aktif dalam setiap kegiatan);
g. Guru, pribadi,
pengetahuan dan kecekatan sangat menentukan metode mengajar yang akan digunakan;
h. Kebaikan
dan kelemahan metode,
tidak ada suatu metode yang baik untuk setiap tujuan dalam setiap situasi,
sehingga setiap metode mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Selain itu, menurut Oemar Muhamad
Al-Taumy dalam H. Mahmud dan Tedi Priatna (2005: 172), terdapat beberapa ciri dari sebuah metode yang
baik untuk pembelajaran pendidikan Agama Islam yakni: (1) Berpadunya metode
dari segi tujuan dan alat dengan jiwa dan ajaran akhlak Islam yang mulia; (2) Bersifat
lues, fleksibel dan memiliki daya dan sesuai dengan watak anak didik kepada
kemampuan praktis; (3) Tidak mereduksi materi, bahkan sebaliknya justru
mengembangkan materi; (4) Memberikan keluasan pada anak didik untuk menyatakan
pendapatnya dan (5) Mampu menempatkan guru dalam posisi yang tepat, terhormat
dalam keseluruhan proses belajar mengajar.
Dalam menetapkan metode mengajar, bukan
tujuan yang menyesuaikan dengan metode atau karakter anak, tetapi metode
hendaknya dapat berubah dan berkembang sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu
keefektipan penggunaan metode dapat terjadi bila ada kesesuaian antara metode
dengan semua komponen pengajaran yang telah dipersiapkan dalam silabus dan RPP
sebagai persiapan tertulis.
Gambaran yang hampir sama diungkapkan Winarno
Surakhmad dalam Syarif Jamaludin (2002: 89-93) yang mengatakan bahwa, pemilihan
dan penentuan metode dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a.
Anak didik, perbedaan
individual anak didik pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis
mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode yang sebaiknya guru ambil untuk
menciptakan lingkungan belajar yang kreatif demi tercapainya tujuan pengajaran
yang dirumuskan secara operasional.
b. Tujuan, tujuan
adalah sasaran yang dituju dari setiap kegiatan
belajar mengajar. Metode yang
guru pilih harus sejalan dengan taraf
kemampuan yang hendak diisi kedalam diri setiap anak didik, artinya
metodelah yang harus tunduk pada kehendak tujuan.
c. Situasi,
situasi kegiatan belajar mengajar yang guru ciptakan tidak selamanya sama, maka
guru harus memilih metode mengajar yang sesuai dengan situasi yang ingin diciptakan.
d. Fasilitas, fasilitas adalah kelengkapan yang menunjang belajar anak didik di sekolah.
Lengkap tidaknya fasilitas belajar akan mempengaruhi pemilihan metode mengajar.
e. Guru, setiap
guru mempunyai kepribadian yang berbeda. Latar belakang pendidikan guru diakui
mempengaruhi kompetensi.
Selain
itu, Oemar Mahmud At-Thaumi al-Syaibani dalam Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir
(2008: 176) menyatakan tujuh prinsip pokok metode pendiddikan Islam, yaitu
seorang pendidik perlu: (1) Mengetahui motivasi, kebutuhan, dan minat siswa; (2)
Mengetahui tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan sebelum pelaksanaan
pendidikan; (3) Mengetahui tahap kematangan, perkembangan serta perubahan
peserta didik; (4) Mengetahui perbedaan-perbedaan individu peserta didik; (5) Memperhatikan
pemahaman, mengetahui hubungan-hubungan, integrasi pengalaman, kelanjutanya,
keaslian, pembaruan, dan kebebasan berfikir; (6) Menjadikan proses pendidikan
sebagai pengalaman bagi peserta didik dan (7) Menegakan uswatun hasanah. Oleh
karena itu seorang pengajar haruslah mengetahui prinsip pokok dalam penggunaan
metode dimana semua komponen yang terlibat dalam pembelajaran harus betul-betul
diperhatikan.
B.
Metode Mau’izah
Ahmad
Tafsir (2005: 145-146) menguraikan pengertian mau’izah menurut Rasyid Ridla yaitu sebagai berikut:
Pertama, berarti nasihat,
yaitu sajian bahasan tentang kebenaran dengan maksud mengajak orang dinasihati
untuk mengamalkanya. Nasihat yang baik tentunya harus bersumber pada yang Maha
Baik yaitu Allah. Yang menasihati harus lepas dari kepentingan-kepentingan
dirinya secara bendawi dan duniawi. Ia harus ikhlas karena semata menjalankan
perintah Allah. “dan aku benar-benar tidak meminta upah kepada kalian atas
ajakan itu upahku dari Allah Rabb
semesta alam” (As-syu’ara: 109, 127, 145, 164, 180). Ayat ini diulangi lima
kali hanya dalam surat ini untuk menegaskan pentingnya keikhlasan dalam memberi
nasihat (mau’izah). Keikhlasan itu
menyangkut persoalan pedagogis. Nasehat yang disampaikan secara ikhlas akan
lebih “mujarab” dalam tanggapan pendengarnya. …..kedua, mau’izah berarti tadzkir (peringatan). Yang member
nasihat hendaknya berulang kali mengingatkan agar nasihat itu meninggalkan kesan
sehingga orang yang dinasihati tergerak untuk mengikuti nasihat itu. Sekarang
kedua pengertian ini harus digabungkan: nasihat itu harus ikhlas dan
disampaikan berulang-ulang. Bila dilakukan demikian akan timbul kesan dari
pendengar bahwa orang yang menasihati itu memang mempunyai keprihatinan yang
dalam terhadap nasib pendengarnya.
Rasyid Ridla ketika menafsirkan surat
al-Baqarah ayat 232 yang dikutip an-Nahlawi dalam Ahmad Tafsir (2005: 145)
menyimpulkan bahwa mau’izah adalah “nasihat
dengan cara menyentuh kalbu”. Jadi mau’izah
hendaknya disampaikan dengan cara menyentuh kalbu dengan keikhlasan dan
berulang-ulang dalam menyampaikanya. Dalam hadits dikatakan:
Rasulullah saw.
Menasihati kami dengan nasihat yang menyentuh, yang membuat hati kami bergetar,
dan karenaya mata kami mengeluarkan air mata. Maka kami berkata, “wahai
Rasulullah, seakan-akan ia merupakan nasihat orang yang menitipkan. Maka
wasiatkanlah kepada kami” (al-Nahlawi dalam Ahmad Tafsir, 2005: 146).
Maka
bertolak dari pendapat tersebut, penggunaan metode mau’izah dalam pembelajaran tentunya harus disampaikan dengan
ikhlas dengan bahasa yang menyentuh kalbu dan dilakukan dengan berulang-ulang. Sebagaimana
Rasulullah sebagai sosok edukator yang terkadang memberi metode pembelajaran
berupa nasihat (mau’izah), dimana
banyak sekali pelajaran yang dapat diambil dari nasihat-nasihat dan orasi-orasi
ilmiah beliau. Oleh karena itu, dalam mewujudkan interaksi antara pendidik dan
peserta didik, metode mau’izah (nasihat)
merupakan cara mendidik yang baik yang bertumpu pada bahasa lisan maupun
perbuatan. Pada dasarnya teknik mengajar dengan metode mau’izah sama halnya dengan metode ceramah, tetapi metode mau’izah lebih spesifik dan mendalam
karena dalam penyampaianya, metode ini mencakup
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Ramayulis (2008: 198-199) mengutip
dari Hadari Nawawi, mengemukakan bahwa nasihat bukan merupakan metode tetapi
lebih spesifik lagi yang disebut teknik mengajar, tetapi kalau dilihat keduanya
sama saja, beliau mengungkapkan lebih lanjut sebagai berikut:
Cara
ini (mendidik melalui nasihat dan cerita)
banyak sekali dijumpai dalam al-Qur’an, karena nasehat dan cerita pada dasarnya bersifat
penyampaian pesan (massage/informasi)
dari sumbernya kepada pihak yang dipandang memerlukanya. Banyak dalam al-Qur’an
berupa nasihat dan cerita mengenai para Rasul atau Nabi terdahulu sebelum Nabi
Muhammad SAW yang bertujuan menimbulkan kesadaran bagi yang mendengarkan atau
yang membacanya agar meningkatkan iman dan berbuat amal kebaikan dalam
menjalani hidup dan kehidupanya masing-masing. Demikian al-Qur’an berfungsi
sebagai penerang bagi seluruh manusia, petunjuk serta pelajaran bagi
orang-orang yang bertaqwa. (Ramayulis, 2008: 199)
Abudin Nata (2010: 98) mengemukakan
“Alquran alkarim juga menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk
mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya”, yang kemudian ia sebut
dengan nasihat. Kemudian beliau menambahkan bahwa nasihat yang disampaiaknya
ini selalu disertai dengan panutan atau teladan dari sipemberi atau penyampai
nasihat itu yaitu pendidik. Menurutnya Alquran secara eksplisit menggunakan
nasihat sebagai salah satu cara untuk menyampaikan suatu ajaran. Alquran
berbicara tentang penasihat, yang dinasihati, objek nasihat, situasi nasihat
dan latar belakang nasihat. Karenanya sebagai suatu metode pengajaran nasihat
dapat diakui kebenaranya.
C. Pengertian, Faktor-faktor, Upaya Membangkitkan Motivasi Belajar
dan Indikator Motivasi Belajar
1. Pengertian motivasi belajar
Istilah motivasi menunjuk kepada semua
gejala yang terkandung dalam stimulasi tindakan kearah tujuan tertentu, diamana
sebelumnya tidak ada gerakan menuju ke arah tujuan tersebut (Oemar Hamalik,
2007: 173). Menurut Morgan dalam Muhaimin (2008: 138) motivasi dapat diartikan
sebagai “tenaga pendorong atau penarik yang meyebabkan adanya tingkah laku ke arah
suatu tujuan tertentu”. Mc Donald dalam Oemar Hamalik (1995: 106) merumuskan
bahwa, “…Motivation is an energy change
within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal
reaction”, yang dapat diartikan motivasi adalah “suatu perubahan energi
dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai
tujuan”. Sedangkan Abin Syamsudin (2004: 37) berpendapat bahwa motivasi itu
merupakan: (1) Suatu kekuatan (power) atau tenaga (forces) atau daya (energy)
atau (2) Suatu keadaan yang kompleks (a
complex state) dan kesiap sediaan (preparatory
set) dalam diri individu (organisme)
untuk bergerak (to move, motion, motive)
kearah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari.
Sementara itu Supardi dan Syaiful Anwar
dalam Sobry Sutikno (2009: 34) mengartikan motivasi adalah “keadaan dalam
pribadi seseorang untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan”.
Dari pendapat-pendapat para ahli tesebut
sebetulnya hampir sama maknanya, tidak ada pertentangan tetapi saling
melengkapi satu sama lain. Apabila disimpulkan maka motivasi adalah merupakan
suatu kekuatan yang timbul pada diri seseorang dan mendorong orang tersebut
melakukan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sebagai contoh,
seorang siswa yang ingin mendapatkan peringkat pertama dikelasnya akan termotivasi
untuk belajar dengan giat dan bersungguh-sungguh.
Adapun menurut Gage, belajar dapat
didefinisikan sebagai “suatu proses dimana suatu organisme berubah prilakunya
sebagai akibat pengalaman” (Ratna Wilis Dahar, 1996: 11). Belajar adalah perubahan
tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil
dari praktik penguatan (motivasi) yang dilandasi tujuan-tujuan tertentu.
Selain itu Skiner seperti yang dikutip
Muhibbin Syah (2008: 90) berpendapat bahwa belajar adalah “suatu proses
adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif”.
Sedangkan Hintzman dalam buku yang sama (2008: 90) mendefinisikan pengertian
belajar adalah “suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau
hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme
tersebut”. Hal ini dapat berarti bahwa
perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar
apabila mempengaruhi organisme tersebut.
Rober membatasi belajar dengan dua
definisi yaitu (Muhibbin, 2008: 91):
a.
Belajar adalah “The process of acquiring knowledge”,
yaitu proses memperoleh pengetahuan.
b.
Belajar adalah “a
relatively permanent change in respons potentiality which occurs as a result of
reinforced practise”, yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif
langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat .
Bertolak dari berbagai definisi
tersebut, secara umum belajar dapat difahami sebagai tahapan perubahan seluruh
tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan
interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Maka dapat
difahami bahwa belajar adalah: (1) Proses perubahan tingkah laku seseorang; (2)
Perubahan adalah timbal balik dari pengalaman dan pemotivasian; (3) Merupakan
penyesuaian atau adaptasi; (4) Proses memperoleh pengetahuan, praktik atau
latihan; (5) Perubahan kemampuan bereaksi yang secara umum menetap.
Bila kedua konsep yaitu definisi
motivasi dan definisi belajar digabungkan maka dapat di definisikan motivasi
belajar yaitu suatu kekuatan yang muncul dalam diri seseorang untuk melakukan
kegiatan belajar secara sungguh-sungguh untuk memperoleh nilai yang baik dan
memuaskan. Atau dengan kata lain motivasi belajar merupakan kekuatan dalam diri
seseorang untuk mencapai tujuan belajar. Hakikat motivasi belajar adalah
dorongan internal dan ekternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk
mengadakan perubahan prilaku. Motivasi belajar adalah proses yang memberi
semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya prilaku yang
termortivasi adalah prilaku yang penuh energy, terarah dan bertahan lama (Agus Suprijono,
2009: 163).
2.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi belajar
Menurut Usman Effendi dan Juhaya S.
Praja (1993: 71) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi adalah:
a.
Kompetisi atau
persaingan (Competition)
Kompetisi ini ada dua macam. Pertama, kompetisi dengan prestasi
sendiri artinya individu itu harus mengetahui prestasi yang telah dicapainya,
kemudian ia berusaha untuk meningkatkan prestasi yang telah dicapainya itu. Kedua, kompetisi dengan orang lain artinya
individu mempelajari dan membandingkan prestasi yang telah dicapai oleh orang
lain, sehingga usaha untuk mencapai tujuan akan semakin kuat.
b.
Pendekatan
tujuan (pace making)
Tujuan dari suatu kegiatan sering kali
sangat jauh, dan jika melihat tujuan yang selalu jauh itu pada umumnya individu
malas untuk mencapainya. Agar tujuan itu tidak nampak jauh maka untuk
membangkitkan semangat harus ada tujuan sementara yang dekat dengan tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Penentuan tujuan sementara itu
disebut pace maker.
c.
Tujuan yang
jelas dan diakui
Motif mendorong individu untuk mencapai
tujuan. Kalau tujuan itu jelas dan berarti bagi individu, ia akan berusaha
mencapainya. Dengan kata lain dapat dirumuskan, semakin jelas dan berarti
tujuan yang akan dicapai, semakin besar kekuatan motif untuk mencapainya.
d.
Minat
Perlu diketahui bahwa suatu kegiatan
akan aktivitas akan berjalan dengan lancar dan efektif apabila ada minat, dan
motif akan tumbuh bila ada minat yang besar. Karena minat yang besar dapat
ditumbuhkan dengan berbagai cara yaitu sebagai berikut:
1)
Membangkitkan suatu
kebutuhan, misalnya kebutuhan untuk menghargai keindahan, untuk mendapat penghargaan,
dan sebagainya;
2)
Menghubungkan
dengan pengalaman-pengalaman yang lampau;
3)
Memberikan
kesempatan untuk mendapat hasil yang baik, karena suatu keberhasilan akan
memunculkan rasa puas;
Dengan demikian jelaslah bahwa faktor
yang mempengaruhi motivasi belajar siswa meliputi: adanya kompetisi,
mendekatkan tujuan, tujuan yang jelas dan diakui serta adanya minat. Dari
keempat faktor penting tersebut secara langsung dapat memberikan pengaruh
terhadap motifasi belajar siswa.
Selain
itu Maslow dalam Slameto (2003: 171-172) menyebutkan bahwa tingkah laku manusia
itu dibangkitkan dan diarahkan oleh kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sehingga
Maslow membagi tujuh faktor yang dapat memotivasi tingkah laku seseorang yaitu:
a.
Fisiologis
yang merupakan kebutuhan manusia yang paling utama. Dalam hal belajar siswa yang kebutuhan fisiologisnya terpenuhi
akan meningkatkan motivasi belajar mereka.
b.
Rasa
aman,
rasa aman merupakan kebutuhan kepastian keadaan dan lingkungan yang dapat
diramalkan, ketidak pastian, ketidak adilan, keterancaman akan menimbulkan
kecemasan dan ketakutan akan belajar siswa.
c.
Rasa
cinta yang merupakan kebutuhan afeksi dan pertalian dengan
orang lain. Ketika seorang siswa menyukai seorang guru karena keteladanannya,
maka ia pun akan termotivasi untuk mengikuti pembelajaran yang disamapaikan
oleh guru tersebut dengan baik.
d.
Penghargan
yang merupakan kebutuhan rasa berguna, penting, dihargai, dikagumi, dihormati oleh
orang lain. Penghargaan yang diberikan oleh guru baik berupa verbal ataupun non
verbal akan meningkatkan motivasi belajar mereka.
e.
Aktualisasi
diri
yang merupakan kebutuhan manusia untuk mengembangkan diri sepenuhnya, merealisasikan
potensi-potensi yang dimilikinya. Dalam hal ini guru perlu memberikan kebebasan
berapresiasi kepada semua siswa sehingga siswa tidak merasa terkekang dengan
konsep yang ada.
f.
Mengetahui
dan mengerti yang merupakan kebutuhan manusia untuk
memuaskan rasa ingin tahunya, untuk mendapatkan pengetahuan, untuk mendapatkan
keterangan-keterangan, dan untuk mengerti sesuatu.
g.
Kebutuhan
estetik, yaitu kebutuhan akan
keteraturan, keseimbangan, dan kelengkapan dari suatu tindakan. Oleh karena itu
seorang pendidik haruslah memperhatikan estetika dalam berbagai hal dalam pengajaran
sehingga motivasi siswa akan belajar lebih meningkat.
3.
Upaya membangkitkan
motivasi belajar
Agar pembelajaran dapat berjalan efektif
dan sesuai harapan untuk mencapai tujuan, Agus Suprijono (2009: 164-171) mengungkapkan
strategi memotivasi dapat dikembangkan berdasarkan model ARCS. Model ini
merupakan kondisi motivasional yang terdiri dari attention (perhatian), relevance
(relevansi), confidance
(kepercayaan), dan satisfaction
(kepuasan).
Atensi atau perhatian
ialah memfokuskan atau memusatkan sumberdaya mental. Atensi bersifat seleksi
karena sumber daya otak terbatas. Atensi adalah proses penting dalam Encoding. Encoding adalah proses memasukan informasi kedalam memori atau
proses penyalinan informasi.
Membentu peserta didik memberikan atensi
atau perhatian dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: (1) Ajak siswa untuk
memberi perhatian dan meminimalkan gangguan; (2) Gunakan isyarat atau petunjuk
bahwa ada sesuatu hal yang penting; (3)
Bantulah siswa untuk memahami konsep; (4) Beri variasi dari waktu ke waktu; (5)
Gunakan komentar instruksional; (6) Buat pembelajaran menjadi menarik; (7) Gunakan
media dan teknologi secara efektif; (8) Fokuskan pada pembelajaran aktif; (9) Jangan
terlalu membebani siswa dengan terlalu banyak informasi dan (10) Perhatikan
perbedaan individual dalam kemampuan atensi siswa.
Relevansi,
kondisi ini terkait dengan hubungan antara materi pembelajaran dengan kebutuhan
dan kondisi peserta didik. Strategi untuk menunjukan relevansi pembelajaran dan
kebutuhan peserta didik dapat dilakukan dengan cara: (a) Sampaikan hal yang
dapat dilakukan setelah mempelajari materi yang diajarkan dan (b) Jelaskan
manfaat mempelajari materi yang akan diajarkan, berikan contoh, latihan atau
tes yang langsung berhubungan dengan kondisi siswa.
Kepercayaan diri,
kondisi ini terkait dengan keyakinan pribadi bahwa dirinya memilki kemampuan
untuk melakukan suatu tugas yang menjadi syarat keberhasilan. Cara yang dapat
ditempuh adalah: (1) Tingkatkan rasa percaya diri; (2) Gunakan kesesuaian
optimal; (3) Susunlah materi pembelajaran kedalam bagian-bagian yang lebih
kecil; (4) Berikan umpan balik yang konstruktif.
Kepuasan,
belajar adalah proses untuk mencapai keberhasilan. Keberhasilan akan memberikan
kepuasan pada diri mereka. Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kepuasan belajar adalah: (1) Gunakan pujian secara verbal dan umpan balik yang informatif;
(2) Berikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktikan pengetahuan yang baru
dipelajarinya; (3) Bandingkan prestasi belajar peserta didik dengan prestasi
dimasa lampau.
Selain itu upaya-upaya lain yang dapat dilakukan
untuk membangkitkan motivasi belajar siswa yaitu: upaya menggerakkan motivasi, upaya
pemberian harapan, upaya pemberian intensif dengan pembahasan sebagai berikut
(Oemar Hamalik, 1995: 116-121):
a.
Upaya
Menggerakan Motivasi
Upaya pergerakan dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Berdasarkan hasil penelitian disarankan cara-cara sebagai
berikut:
1)
Metode observasi
dan prinsip kebebasan;
2)
Metode discovery, yakni siswa memberi stimulasi
terhadap dirinya sendiri;
3)
Motivasi kompetensi,
motivasi kompetensi menggerakkan tindakan-tindakan seperti menyelidiki
memperhatikan, berbicara dan berfikir, manipulasi dan mengubah lingkunganya;
4)
Prosedur brain storming yaitu siswa mampu memproduksi
sebanyak mungkin gagasan yang melalui diskusi dan kritik;
5)
Hubungan antara
kecemasan personal sosial dan metode pengajaran.
b.
upaya pemberian
harapan
Guru perlu memberikan harapan tertentu
untuk menggugah motivasi belajar siswa, cara-cara yang dapat ditempuh adalah:
1)
Merumuskan
tujuan pembelajaran dengan sekhusus mungkin, operasional dan dapat diamati.
2)
Tujuan-tujuan
pembelajaran disusun menjadi tujuan langsung, intermediate (harapan jangka
sedang), dan jangka panjang.
3)
Perubahan-perubahan
harapan, harapan adalah antisipasi tentang konsekuensi tingkah laku.
4)
Tingkat
aspirasi, pengaruh harapan-harapan siswa terhadap tingkah lakunya dapat diamati
pada berbagai tingkat aspirasi.
c.
Upaya pemberian
intensif
Insentif
adalah objek tujuan atau symbol-simbol yang digunakan oleh guru untuk
meningkatkan kekuatan atau kegiatan siswa. Upaya-upaya yang dapat dilakukan
adalah: (1) Umpan balik hasil tes; (2) Pemberian hadiah dan dorongan secara
lisan atau tertulis; (3) Pemberian komentar terhadap hasil pekerjaan siswa; (4)
Persaingan dan kerja sama dan (5) Upaya pengaturan tingkah laku siswa.
Guru perlu mengatur tingkah laku siswa
dengan cara restitusi dan ripple effect. Restitusi menuntut agar siswa melakukan respon yang sebenarnya
sebagai pengganti tindakan yang tadinya tidak benar. The ripple effect yaitu adanya pengaruh secara bergelombang dari
suasana kelas yang berdisiplin terhadap siswa lain yang sedang mendengarkan,
melihat atau mengamatinya.
4.
Indikator motivasi belajar
Sebagai mana telah diuraikan diatas,
pada prinsipnya dalam proses belajar mengajar peran motivasi sangat penting
bagi keberhasilan proses belajar mengajar, karena motivasi dapat mengembangkan
aktivitas dan inisiatif siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar.
Indikator motivasi belajar menurut
Hamzah dapat di klasifikasikan menjadi lima yaitu: (1) Adanya hasrat dan
keinginan berhasil; (2) Adanya kebutuahan dan dorongan dalam belajar; (3) Adanya
harapan dan cita-cita masa depan; 4) Adanya pengahrgaan dalam belajar; (5) Adanya
kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) Adanya lingkungan belajar yang
kondusif sehingga memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan baik (Agus
Suprijono, 2009: 163).
Sedangkan dalam penelitian ini, untuk
mengetahui usaha peningkatan motivasi belajar (variabel Y), Abin Syamsudin
Makmun (2004: 40) mengemukakan beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran
untuk mengetahui kadar motivasi belajar siswa yaitu: durasi kegiatan, frekwensi
kegiatan, presistensi pada tujuan, ketabahan, keuletan, dan kemampuanya dalam
menghadapi rintangan dan kesulitan, devosi dan pengorbanan, tingkat aspirasi,
tingkat kualifikasi prestasi, serta arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan
diuraikan indikator-indikator tersebut untuk mengetahui motivasi belajar siswa,
yaitu:
a.
Durasi kegiatan
Penggunaan waktu secara efektif dan
efisien dalam kegiatan belajar mengajar sangat diperlukan untuk meningkatkan
kemampuan dalam belajar, sehingga dapat memberikan nilai yang tinggi terhadap
kreatifitas belajarnya. Kemampuan siswa dalam menggunakan waktu belajar
didorong dengan adanya kebutuhan, dan pemenuhan kebutuhan akan ilmu pengetahuan
ditentukan oleh tinggi rendahnya motivasi yang dimiliki siswa. Siswa yang
memiliki motivasi tinggi akan lebih banyak menggunakan waktunya untuk kegiatan
belajar.
b. Frekwensi
kegiatan
Yaitu
seberapa sering kegiatan yang dikakukan dalam periode waktu tertentu. Tinggi
rendahnya motivasi belajar siswa pada dasarnya dapat dilihat dari frekwensi
dalam melakukan kegiatan belajarnya disekolah maupun diluar sekolah, dan dapat
diamati baik secara langsung maupun tidak langsung. Tinggi rendahnya motivasi belajar
siswa akan tampak apabila siswa memiliki motivasi tinggi untuk belajar, dan
mempergunakan waktu yang dimilikinya untuk belajar.
c.
Presistensi pada
tujuan
Persistensi pada tujuan artinya
ketetapan dan kelekatan pada tujuan, siswa yang presistensi pada tujuan maka
cita-citanya tinggi pula, sehinga kegiatan belajarnya betul-betul dilakukan
dengan semangat dan serius. Bagi siswa yang mengetahui dan memahami tujuan
belajar serta menjadikanya sebagai motivasi untuk memperoleh atau mencapai
prestasi yang setinggi-tingginya, akan tampak bergairah dan semangat dalam
belajar.
d.
Ketabahan,
keuletan, dan kemampuanya dalam menghadapi rintangan dan kesulitan
Dengan menumbuhkan kesadaran pada diri
siswa bahwa setiap usaha pencapaian prestasi dan tujuan belajar yang
setinggi-tingginya, akan selalu mengahadapi masalah dan kesulitan dalam belajar
merupakan tantangan yang harus dihadapi. Dalam hal ini siswa dituntut untuk
bekerja keras dalam pencapaian prestasi belajar yang setinggi-tingginya.
Bagi siswa yang memiliki motivasi yang
tinggi, masalah dan kesulitan belajar di jadikan sebagai tantangan, sehingga
dituntut untuk bekerja keras dalam pencapaian pretasi yang optimal, sebliknya
bagi siswa yang kurang motivasi masalah dan kesulitan sering mengakibatkan
malas untuk belajar.
e.
Devosi dan
pengorbanan
Usaha untuk meraih prestasi belajar yang
optimal, memerlukan ketekunan dan pengorbanan baik dari segi tenaga, fikiran,
keuangan, waktu dan sebagainya. Motivasi belajar yang tinggi untuk mencapai
prestasi yang optimal ini akan berdampak positif pada motivasi belajar siswa.
Bagi siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi, akan lebih bersemangat
dan bergairah dalam belajarnya, sebaliknya bagi siswa yang rendah motivasi
belajarnya akan mengakibatkan pretasinya rendah.
f.
Tingkat aspirasi
Tingkat aspirasi dalam belajar baik yang
berkenaan dengan maksud, rencana, cita-cita dan sasaran yang hendak dicapai
dalam kegiatan belajar mengajar adalah dasar bagi pencapaian belajar yang
optimal. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi untuk mencapai tujuan,
belajarnya akan didasarkan pada kebutuhanya. Sehingga dalam belajar akan
bersungguh-sungguh dan bertumpu pada tujuan yang hendak dicapai.
g.
Tingkat
kualifikasi prestasi
Tingkat kualifikasi dan prestasi siswa
akan diperoleh siswa ketika memasuki lembaga pendidikan formal yaitu sekolah,
ketika mengikuti proses belajar mengajar dan ketika siswa menyelesaikan
belajarnya pada lembaga sekolah tersebut. Tingkat kualifikasi belajar siswa
berkaitan dengan hasil dalam proses belajar mengajar, yang memiliki kualitas
dan kuantitas hasil belajarnya, memberi kepuasan atau tidak serta memadai atau
tidaknya fasilitas belajar yang disediakan.
h.
Arah sikapnya
terhadap sasaran kegiatan
Arah sikap siswa terhadap kegiatan
belajar ditentukan oleh kevalidan sasaran yang hendak dicapai sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan yang diharapkan siswa. Sikap siswa terhadap kegiatan
belajar merupakan reaksi terhadap sasaran atau tujuan kegiatan belajar yang
hendak dicapai siswa secara sadar akan tergantung kepada rangsangan yang di hadapinya
dalam situasi belajar, sikap siswa tersebut dapat bersifat positif terhadap
sasaran kegiatan belajar apabila memenuhi kebutuhan akan belajar dan arah sikap
akan negatif terhadap sasaran kegiatan belajar mengajar manakala tidak dapat
memenuhi kebutuhan dalam proses belajar yang dikehendaki.
D. Pengertian, Tujuan, dan Ruang Lingkup Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Islam
1.
Pengertian Pendidikan Agama
Islam
Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan
jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Agama Islam menuju terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam, yaitu kepribadian yang memiliki
nilai-nilai Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai
Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan niai-nilai Islam.
Pendidikan Agama Islam merupakan salah
satu mata pelajaran yang harus ditempuh siswa, karena mata pelajaran PAI memberikan kontribusi positif kepada peserta
didik dalam menjalankan agama Islam yang akan memberikan arahan sekaligus pedoman
hidup. Berikut ini akan dikutip pengertian Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai
mata pelajaran menurut para ahli:
a.
Menurut Zakiyah
Darajat (1987: 87) Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah “satu usaha untuk
membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam
secara menyeluruh”.
b.
Menurut Ahmad Tafsir
(2002: 10) Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah “bimbingan yang diberikan
seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam”.
c.
Muhibbin Syah
(2009: 75) mengemukakan dalam GBPP PAI dijelaskan bahwa pendidikan Agama Islam
adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati
dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau
latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan
kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan pesatuan
nasional.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa, pada esensinya Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah proses transfer nilai
dengan berbagai bimbingan dan pengajaran tentang agama Islam dari pendidik
kepada peserta didik agar peserta didik dapat berkembang sesuai dengan ajaran
agama Islam.
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Dalam
GBPP PAI (Muhibbin Syah, 2009: 78) secara umum pendidikan agama Islam bertujuan
untuk: “meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman peserta
didik tentang agama Islam, sehingga menjadi muslim yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara”. Menurut beliau dari tujuan tersebut dapat ditarik
beberapa dimensi yang hendak dicapai dalam pembelajaran Pendidikan agama Islam,
yaitu:
a.
Dimensi keimanan peserta didik
terhadap ajaran agama Islam;
b.
Dimensi pemahaman atau penalaran
(intelektual) serta keilmuan peserta didik terhadap ajaran agama Islam;
c.
Dimensi penghayatan atau
pengalaman batin yang dirasakan peserta didik dalam menjalankan ajaran Islam;
d.
Dimensi pengalamanya, dalam arti
bagaimana ajaran Islam yang telah diimani, dipahami dan dihayati atau
diinternalisasi oleh peserta didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya
untuk menggerakkan, mengamalkan, dan mentaati ajaran agama dan lain-lainya
dalam kehidupan pribadi, sebagai manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
SWT serta mengaktualisasikan dan merealisasikannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3.
Ruang lingkup Pendidikan
Agama Islam
Untuk mencapai tujuan tersebut maka ruang
lingkup materi PAI pada dasarnya mencakup tujuh unsur pokok, yaitu Al-Qur’an
hadits, keimanan, syariah, ibadah, muamalah, akhlak dan tarikh (sejarah Islam)
yang menekankan pada perkembangan politik. Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam
(PAI) di SMP meliputi keserasian,
keselarasan dan keseimbangan antara:
a.
Hubungan manusia
dengan Allah, mencakup segi akidah meliputi: iman kepada Allah,
malaikat-malaikatnya, kitab-kitabnya, hari kiamat dan qada qadarnnya.
b.
Hubungan manusia
dengan sesama manusia, mencakup segi akhlak meliputi kewajiban membiasakan
akhlak yang baik terhadap diri sendiri dan orang lain, serta menjauhi akhlak
yang buruk.
c.
Hubungan manusia
dengan alam lingkungan yang bersifat pelestarian alam, hewan dan tumbuh-tumbuhan
sebagai kebutuhan manusia.
E.
Pengaruh Penggunaan Metode Mau’izah terhadap Motivasi Balajar Siswa
pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Penggunaan
metode mau’izah dalam pembelajaran
diharapkan dapat mengantarkan siswa pada tujuan yang diharapkan. Penggunaan
metode mau’izah terutama ditujukan
terhadap perhatian siswa, motivasi, dan belajar siswa. Tujuan digunakanya
metode mau’izah adalah:
1.
Meningkatkan dan
memelihara perhatian siswa terhadap relevansi proses belajar mengajar
Dalam proses belajar mengajar perhatian
siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan sangat dituntut untuk
memperhatikanya. Sedikitpun tidak diharapkan adanya siswa yang tidak atau
kurang memperhatikan penjelasan guru, karena hal itu akan menyebabkan siswa
tidak mengerti akan bahan pelajaran yang diberikan oleh guru.
Faktor permasalahan pentingnya perhatian
ini dalam proses belajar mengajar, karena dengan perhatian yang diberikan siswa
terhadap materi yang diberikan akan mendukung tercapainya tujuan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran akan tercapai jika setiap siswa menguasai terhadap materi
yang diberikan dalam pertemuan tersebut. Indikator penguasaan siswa terhadap
materi pelajaran adalah terjadinya perubahan dalam diri siswa. Oleh karena itu,
perhatian adalah masalah yang tidak bisa
dikesampingkan dalam konteks pencapaian tujuan pembelajaran.
2.
Memberikan
kesempatan kemungkinan berfungsinya motivasi
Motivasi memegang peran penting dalam
belajar. Seorang siswa tidak akan dapat belajar dengan baik dan tekun jika
tidak ada motivasi dalam dirinya. Bahkan tanpa motivasi seorang siswa tidak
akan melakukan kegiatan belajar. Oleh
karena itu seorang pendidik harus selalu memperhatikan masalah motivasi dan
berusaha agar motivasi tetap bergejolak dalam diri setiap siswa selama
pengajaran berlangsung (Muhibbin Syah, 2008: 47)
3.
Membentuk sikap
positif terhadap Guru dan sekolah
Guru harus dapat menyesuaikan diri dan
pandai mengambil hati siswa. Dengan sikap ini siswa merasa diperhatikan oleh
guru. Siswa ingin selalu dekat dengan guru. Oleh karena itu seorang yang pandai
memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan keadaan siswa akan selalu
dirindukan oleh murid-muridnya. Ketiadaan guru di sekolah tidak jarang
dipertanyakan. Guru seperti itu biasanya karena gaya mengajar dan pendekatannya
yang tidak sesuai dengan psikologi siswa. Metode mau’izah mempunyai relevansi dengan gaya belajar siswa.
4.
Memberikan
kemungkinan pilihan dan fasilitas belajar individual
Penguasaan metode mengajar sangatlah
diharuskan bagi seorang pendidik. Ketepatan memilih metode dalam pembelajaran
akan memudahkan mencapai tujuan pembelajaran, selain itu penggunaan metode yang
tepat akan memberikan suasana yang baik dalam proses belajar mengajar tersebut.
Sedangkan fasilitas merupakan kelengkapan belajar yang harus ada di sekolah.
Lengkap tidaknya fasilitas belajar mempengaruhi pemilihan metode yang akan guru
pakai.
5.
Mendorong siswa
untuk belajar
Belajar memerlukan motivasi sebagai
pendorong bagi anak didik. Motivasi intrinsik yang lahir dari kesadaran akan
pentingnya ilmu pengetahuan. Namun sayang jarang ditemukan bahwa semua siswa mempunyai
motivasi intrinsik yang sama. Disinilah diperlukan peranan guru, bagaimana
upaya menciptakan lingkungan belajar yang mampu mendorong siswa untuk senang
dan bergairah dalam belajar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
motivasi belajar siswa pada bidang studi Pendidikan Agama Islam secara teori
dapat dipengaruhi oleh metode pengajaran mau’izah
yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Tujuan daiadakanya metode mau’izah adalah menjadikan proses dan hasil belajar mengajar
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam lebih berdayaguna dan berhasil guna dan
menimbulkan kesadaran peserta didik untuk mengamalkan ketentuan ajaran Islam
melalui teknik motivasi yang menimbulkan gairah belajar peserta didik secara
mantap. Hal itu menunjukkan bahwa fungsi metode mau’izah dalam pembelajaran Pendidikna Agama Islam adalah
mengarahkan keberhasilan belajar, memberi kemudahan kepada peserta didik untuk
belajar, serta mendorong usaha kerja sama dalam kegiatan belajar mengajar antara
pendidik dengan peserta didik.
BAB III
KAJIAN EMPIRIK TENTANG PENGARUH PENGGUNAAN METODE MAU’IZAH
TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A.
Kondisi
Objektif SMP Plus Robithoh Sekesalam Ciparay Bandung
1.
Sejarah
singkat SMP Plus Robithoh Sekesalam Ciparay Bandung
SMP Plus Robithoh adalah sebuah lembaga pendidikan dan pengajaran swasta yang
berdiri pada tahun 2005 di bawah naungan Yayasan Robithoh Sekesalam, SMP Plus Robithoh
berupaya konsisten mengajar serta mendidik siswa siswinya menjadi manusia
unggul dalam ilmu pengetahuan agama dan umum dengan memadukan sistem pendidikan
diknas dan pondok pesantren dengan sistem belajar mengajar full day 24 jam berasrama di sekolah di dukung dengan ekstra
kulikuler seperti tahfidz Alquran, terjemah Alquran bahasa sunda dan pidato
empat bahasa yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan lingkungan. Bahasa
pengantar sehari-hari memakai bahasa Arab dan bahasa Inggris, dengan sistem
demikian di harapkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik anak
teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari mereka dan supaya IQ, EQ SQ dan Social Question anak menjadi berkembang dan seimbang, sehingga parasiswanya
dapat belajar ilmu umum 100% dan agama 100%, dengan harapan siswa dan siswinya
nanti sesuai degan tujuan pendidikan pemerintah.
2.
Letak
Geografis
SMP Plus Robithoh yang beralamatkan di Pondok Pesantren
Modern Robithoh Sekesalam Jl.Raya Pacet No 128 Kp.Sekesalam Dusun Cipaku Desa
Pakutandang Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung Indonesia. Lokasi strategis
karena terjangkau oleh kendaraan roda empat maupun roda dua karena letaknya di pinggir
jalan.
3.
Keadaan
guru dan staf adminstrasi
Pada tahun ajaran 2010/2011 SMP Plus Robithoh mempunyai
tenaga pengajar sebanyak 9 orang dengan 2 staf tata usaha dan satu kepala
sekolah. Terdiri dari 6 orang guru tetap dan 5 orang guru tidak tetap.
4.
Keadaan
siswa SMP Plus Robithoh
Berdasarkan data terbaru tahun ajaran 2010/2011, jumlah
keseluruhan siswa SMP Plus Robithoh sebanyak 45 siswa dengan rincian sebagai
berikut:
Tabel 2
KELAS
|
L
|
P
|
JUMLAH
|
VII
|
10
|
7
|
17
|
VIII
|
12
|
2
|
14
|
IX
|
8
|
6
|
14
|
JUMLAH
|
30
|
15
|
45
|
5.
Sarana
Pendidikan
Dari hasil wawancara dengan kepala sekolah dan staf
pengajar di SMP Plus Robithoh diperoleh keterangan mengenai data sarana dan
prasarana sebagai berikut:
Tabel 3
Sarana Pendidikan
di SMP Plus Robithoh
No
|
Sarana
|
Jumlah
|
1
|
Masjid
|
Ukuran 6x9 m
|
2
|
MCK
|
4 Buah
|
3
|
Tempat wudu
|
8 Kran
|
4
|
Ruang belajar
|
5 Ruangan
|
5
|
Ruang perpustakaan
|
1 Ruangan
|
6
|
Ruang kepala sekolah,Ruang guru danTU
|
1 Ruangan
|
7
|
Asrama Putra
|
2 Ruangan
|
8
|
Asrama Putri
|
2 Ruang
|
9
|
Islamic center
|
1 Ruang
|
10
|
Lapangan upacara
|
1 Lapangan
|
Tabel 4
Prasarana Pendidikan di SMP Plus Robithoh
No
|
Prasarana
|
Jumlah
|
1
|
Meja siswa
|
100 Buah
|
2
|
Kursi siswa
|
200 Buah
|
3
|
Kursi guru
|
25 Buah
|
4
|
Meja guru
|
25 Buah
|
5
|
Lemari
|
4 Buah
|
6
|
Meja kepala sekolah
|
1 Set
|
7
|
Komputer
|
5Set
|
8
|
Meja tata usaha
|
1 Set
|
9
|
Papan tulis
|
7 Buah
|
B.
Realitas Penggunaan Metode Mau’izah Pada Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Plus Robithoh Sekesalam Ciparay Bandung
1.
Analisis Parsial
Untuk mengetahui relitas penggunaan metode mau’izah
pada mata pelajaran PAI, penulis mengajukan angket terstruktur kepada 40 siswa
SMP Plus robithoh Sekesalam Ciparay Bandung sebagai responden tahun ajaran 2010/2011. Item soal
yang diajukan terdiri dari 6 indikator meliputi: (1) Nasihat,
(2) Tadzkir, (3) teladan, (4) Motivasi dalam melakukan kebaikan, (5) Disampaikan
dengan berulang-ulang, dan (6) Menyentuh kalbu. Dari keenam indikator tersebut dibuat 15
item pertanyaan. Untuk menentukan
angka rata-rata, dalam variabel ini ditentukan dengan menggunakan rumus M
= ( F x : N ) kemudian hasil dari penghitungan tersebut
diinterpretasikan dengan melihat kriteria sebagai berikut:
1,00
– 1,79 = Sangat rendah
1,80
– 2,59 = Rendah
2,60
– 3,39 = Cukup / sedang
3,40
– 4,19 = Tinggi
4,20
– 5,00 = Sangat tinggi
(Sambas Ali muhidin, dkk 2009: 146)
Selanjutnya angket yang disebarkan kepada responden sebanyak 15
item tersebut berbentuk pilihan ganda dengan lima alternatif jawaban
terstruktur, yaitu a,b,c,d dan e. Untuk keperluan analisisnya, maka setiap
jawaban diekuivalensikan dengan skor tertentu. Untuk item positif yang memilih jawaban a = 5, b = 4, c = 3, d = 2, dan e = 1. Untuk item negatif sebaliknya yang menjawab a = 1, b =
2, c = 3, d = 4, e = 5. Data
berupa skor tiap item pertanyaan dapat dijadikan tabel yang dapat dilihat pada
lampiran. Untuk mengetahui hasil penyebaran angket tersebut, maka
akan dijelaskan secara rinci tiap indikator di bawah ini:
a.
Nasihat
Pada
indikator ini digunakan 3 item pertanyaan, yaitu nomor 1, 2 dan 3. Untuk item
nomor 1 mempermasalahkan tentang “Apakah guru PAI anda memberikan
nasihat-nasihat yang baik berkaitan dengan materi pelajaran”. Dari item ini diperoleh data 26 siswa
menjawab a, 7 siswa menjawab b, 5 siswa menjawab c, 2 siswa menjawab d, dan 0
siswa menjawab e, sehingga rata-rata jawabannya adalah (26x5 = 130) + (7 x 4 =
28) + (5 x 3 = 15) + (2x 2=4) + (0 x 1) = 177: 40 = 4,42. Nilai rata-rata
tersebut termasuk kualifikasi sangat tinggi karena berada pada interval 4,2 –
5,0.
Selanjutnya
item nomor 2 mempermasalahkan tentang “Guru anda memberikan pencerahan
berkaitan dengan materi pelajaran. Apakah anda berusaha melaksanakanya”. Dari
item ini diperoleh data 4 siswa menjawab a, 19 siswa menjawab b, 15 siswa
menjawab c, 1 siswa menjawab d, dan 0 siswa menjawab e, sehingga rata-rata
jawabannya adalah (4x5=20)+(19x4=76)+(15x3= 45)+(1x2= 2)+(0 x 1) = 143 : 40 =
3,57. Nilai rata-rata tersebut termasuk kualifikasi tinggi karena berada pada
interval 3,4 – 4,2.
Item
nomor 3 mempermasalahkan tentang “Apakah guru PAI anda meberikan materi
pelajaran berupa pesan-pesan kebaikan dalam al-Qu’an dan Hadits”. Dari item ini diperoleh data
21 siswa menjawab a, 9
siswa menjawab b, 7 siswa menjawab c, 3
siswa menjawab d, dan 0 siswa menjawab e, sehingga
rata-rata jawabannya adalah (21x5 = 105) + (9x 4 = 36) + (7 x 3 = 21) + (3x 2= 6) + (0 x 1) =
168: 40 = 4,2. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi sangat tinggi karena berada pada interval 4,2 – 5,0.
Berdasarkan
rincian item nomor 1,2 dan 3 tersebut, nilai
rata-rata indikator nasihat adalah (4,42+3,57+4,2 = 12,19 : 3 = 4,06).
Dengan demikian, indikator ini tergolong kategori tinggi karena berada pada interval 3,4 – 4,2.
b.
Tadzkir
Pada indikator ini digunakan 3 item pertanyaan, yaitu nomor 4, 5 dan 6. Untuk
item nomor 4 mempermasalahkan tentang “Guru PAI anda menyampaikan materi
pembelajaran berupa peringatan atas kebaikan. Apakah anda tertarik untuk
mengikutinya”. Dari item ini diperoleh
data
24 siswa menjawab a, 10
siswa menjawab b, 6 siswa menjawab c, 0 siswa menjawab d, dan 0 siswa menjawab e, sehingga
rata-rata jawabannya adalah (24x5 = 120) + (10 x 4 = 40) + (6 x 3 = 18) + (0x 2) + (0 x 1) =
178
: 40 = 4,45. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi sangat tinggi
karena berada pada interval 4,2
– 5,0.
Selanjutnya
item nomor 5 mempermasalahkan tentang “Apakah guru PAI anda memberikan materi
pelajaran berupa larangan-larangan agama yang berkaitan dengan materi
pelajaran”. Dari item ini
diperoleh data 15 siswa
menjawab a, 14 siswa menjawab b, 7 siswa menjawab c, 4
siswa menjawab d, dan 0 siswa menjawab e, sehingga
rata-rata jawabannya adalah (15x5 = 75) + (14x
4 = 56) + (7 x 3 = 21) + (4x 2= 8) + (0 x 1) =
160: 40 = 4,00. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi tinggi karena berada pada interval 3,4 – 4,2.
Item
nomor 6 mempermasalahkan tentang “Setelah mendengarkan penjelasan guru PAI,
apakah anda tergerak untuk menghindari larangan-larangan tersebut”. Dari item ini diperoleh data
12 siswa menjawab a, 10
siswa menjawab b, 18 siswa menjawab c, 0 siswa menjawab d, dan 0 siswa menjawab e, sehingga
rata-rata jawabannya adalah (12x5 = 60) + (10x
4 = 40) + (18 x 3 = 54) + (0x 2) + (0 x 1) =
154: 40 = 3,85. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi tinggi karena berada pada interval 3,4 – 4,2.
Berdasarkan
rincian item nomor 4,5 dan 6 tersebut, angka rata-rata indikator teladan adalah
(4,45 + 4,00 + 3,85=
12.3 : 3 = 4,1). Dengan demikian, indikator ini
tergolong kategori tinggi karena
berada pada interval 3,4 – 4,2.
c.
Teladan
Pada indikator ini digunakan 1 item pertanyaan, yaitu nomor 7. Untuk
item nomor 7 mempermasalahkan tentang “Apakah guru PAI anda memberikan contoh
yang baik dalam dalam kehidupan sehari-hari”. Dari item ini diperoleh data
19 siswa menjawab a, 13
siswa menjawab b, 8 siswa menjawab c, 0 siswa menjawab d, dan 0 siswa menjawab e, sehingga
rata-rata jawabannya adalah (19x5 = 95) + (13 x
4 = 52) + (8 x 3 = 24) + (0x 2) + (0 x 1) =
171
: 40 = 4,27. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi sangat tinggi
karena berada pada interval 4,2
– 5,0. Dengan demikian indikator teladan tergolong
kedalam kategori sangat tinggi.
d.
Motivasi dalam melakukan kebaikan
Pada indikator ini digunakan 3 item pertanyaan, yaitu nomor 8, 9 dan 10. Untuk
item nomor 8 mempermasalahkan tentang “Setelah belajar PAI, apakah dalam diri
anda tertanam niat untuk melakukan kebaikan”. Dari item ini diperoleh data
16 siswa menjawab a, 11
siswa menjawab b, 11 siswa menjawab c, 2 siswa menjawab d, dan 0 siswa menjawab e, sehingga
rata-rata jawabannya adalah (16x5 = 80) + (11 x
4 = 44) + (11 x 3 = 33) + (2x 2 = 4) + (0 x 1) =
161
: 40 = 4,02. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi tinggi karena
berada pada interval 3,4 – 4,2.
Selanjutnya
item nomor 9 mempermasalahkan tentang “Guru PAI menerangkan materi pelajaran,
apakah anda mendengarkan dengan baik”. Dari item ini diperoleh data 9 siswa menjawab a, 7 siswa menjawab b, 20
siswa menjawab c, 4 siswa menjawab d, dan 0 siswa menjawab e, sehingga
rata-rata jawabannya adalah (9x5 = 45) + (7x
4 = 28) + (20 x 3 = 60) + (4x 2= 8) + (0 x 1) =
141: 40 = 3,52. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi tinggi karena berada pada interval 3,4 – 4,2.
Item
nomor 10 mempermasalahkan tentang “Setelah mengikuti pelajaran PAI, apakah anda
merasa tertarik untuk lebih memperdalam materi pelajaran dengan membaca buku-buku
yang sesuai”. Dari item ini
diperoleh data 4 siswa
menjawab a, 5 siswa menjawab b, 20
siswa menjawab c, 5 siswa menjawab d, dan 6 siswa
menjawab e, sehingga
rata-rata jawabannya adalah (4x5 = 20) + (5x
4 = 20) + (20 x 3 = 60) + (5x 2 = 10) + (6 x 1 = 6) = 116: 40 = 2,9. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi cukup karena berada pada interval 2,6 – 3,4.
Berdasarkan
rincian item nomor 8,9 dan 10 tersebut, angka rata-rata indikator motivasi dalam melakukan kebaikan
adalah (4,02+3,52+2,9= 10.44: 3 = 3,48). Dengan
demikian, indikator ini tergolong kedalam kategori tinggi karena berada pada interval 3,4 – 4,2.
e.
Disampaikan
dengan berulang-ulang
Pada indikator ini digunakan 3 item pertanyaan, yaitu nomor 11, 12 dan 13. Untuk
item nomor 11 mempermasalahkan tentang “Apakah guru PAI mengulas pelajaran yang
lalu sebelum menyampaikan materi yang baru”. Dari item ini diperoleh data
13 siswa menjawab a, 9
siswa menjawab b, 13 siswa menjawab c, 5 siswa menjawab d, dan 0 siswa menjawab e, sehingga
rata-rata jawabannya adalah (13x5 = 65) + (9 x
4 = 36) + (13 x 3 = 39) + (5x 2 = 10) + (0 x 1) =
150
: 40 = 3,75. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi tinggi karena
berada pada interval 3,4 – 4,2.
Selanjutnya
item nomor 12 mempermasalahkan tentang “Dalam menyampaikan materi pelajaran,
apakah guru PAI anda mengulang menjelaskan materi sehingga anda hafal dan
faham”. Dari item ini
diperoleh data 12 siswa
menjawab a, 10 siswa menjawab b, 14 siswa menjawab c, 4 siswa menjawab d, dan 0 siswa menjawab e, sehingga
rata-rata jawabannya adalah (12x5 = 60) + (10x
4 = 40) + (14 x 3 = 42) + (4x 2= 8) + (0 x 1) =
150: 40 = 3,75. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi tinggi karena berada pada interval 3,4 – 4,2.
Item
nomor 13 mempermasalahkan tentang “Sesetiap akhir pembelajaran, apakah guru PAI
anda memberikan evaluasi”. Dari
item ini diperoleh data 11 siswa menjawab a, 11 siswa menjawab b, 16 siswa menjawab c, 2 siswa menjawab d, dan siswa menjawab e, sehingga
rata-rata jawabannya adalah (11x5 = 55) + (11x
4 = 44) + (16 x 3 = 48) + (2x 2 = 4) + (0x 1) =
151: 40 = 3,77. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi tinggi karena berada pada interval 3,4 – 4,2.
Berdasarkan
rincian item nomor 11,12 dan 13 tersebut, angka rata-rata indikator disampaikan
dengan berulang-ulang adalah (3,75+3,75+3,77= 11.27: 3 = 3,75). Dengan
demikian, indikator ini tergolong kedalam kategori tinggi karena berada pada interval 3,4 – 4,2.
f.
Menyentuh Kalbu
Pada indikator ini digunakan 2 item pertanyaan, yaitu nomor 14 dan 15. Untuk
item nomor 14 mempermasalahkan tentang “Apakah penyampaian materi yang
disampaikan guru anda membuat hati anda tenang dan nyaman”. Dari item ini diperoleh data
7 siswa menjawab a, 8
siswa menjawab b, 18 siswa menjawab c, 6 siswa menjawab d, dan 1 siswa
menjawab e, sehingga
rata-rata jawabannya adalah (7x5 = 35) + (8 x
4 = 32) + (18 x 3 = 54) + (6x 2 = 12) + (1 x 1 = 1) = 134
: 40 = 3,35. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi cukup karena
berada pada interval 2,6– 3,4.
Selanjutnya
item nomor 15 mempermasalahkan tentang “Apakah setiap materi yang disampaikan
guru PAI anda selalu anda ingat”. Dari
item ini diperoleh data 11 siswa menjawab a, 3 siswa menjawab b, 24
siswa menjawab c, 2 siswa menjawab d, dan 0 siswa menjawab e, sehingga
rata-rata jawabannya adalah (11x5 = 55) + (3x
4 = 12) + (24 x 3 = 72) + (2x 2= 4) + (0 x 1) =
143: 40 = 3,57. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi tinggi karena berada pada interval 3,4 – 4,2.
Berdasarkan
rincian item nomor 14 dan 15 tersebut, angka rata-rata indikator motivasi menyentuh kalbu adalah (3,35+3,57= 6,92: 2 = 3,46). Dengan
demikian, indikator ini tergolong kedalam kategori tinggi karena berada pada interval 3,4 – 4,2.
2.
Uji
Normalitas Variabel X
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi
frekuensi (variabel X) analisis yang digunakan untuk uji normalitas ini yaitu
dengan perhitungan Chi Kuadrat. Berdasarkan perhitungan sebagaimana
terlampir, maka dapat disimpulkan bahwa data kuantitatif variabel X
berdistribusi normal karena Chi kuadrat hitung lebih kecil 8,50 dari chi kuadrat tabel sebesar 9,49.
3.
Tendensi
Sentral
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui skor rata-rata jawaban siswa
kelas VII, VIII dan IX SMP Plus Robithoh terhadap 15 item pertanyaan angket
mengenai penggunaan metode mau’izah di SMP tersebut. Dari perhitungan
tendensi sentral sebagaimana uraian terlampir, Berdasarkan
perhitungan diperoleh harga mean = 56.65, median =57,06
dan modus = 60,5. Dapat disimpulkan bahwa Me<Md<Mo yang artinya kurva variabel X memiliki kemiringan kearah
negatif.
4.
Interpretasi
variabel X
Untuk data yang
berdistribusi normal, interpretasi dilakukan dengan menggunakan rumus mean/n dengan n adalah banyaknya item. karena harga mean = 56.65:
15 = 3,77 nilai ini termasuk pada interval 3,4 – 4,2 sehingga data variabel X
termasuk pada kategori tinggi. Hal ini menunjukan pengaruh penggunaan metode mau’izah
terhadap motivasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI cukup/sedang.
C. Realitas
Motivasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
1.
Analisis parsial
Data
mengenai motivasi belajar pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam diperoleh
melalui angket yang disebarkan kepada 40 siswa sebagai responden. Item soal yang diajukan terdiri dari 8 indikator
meliputi: (1) Durasi Kegiatan, (2) Frekuensi kegiatan, (3)
Presistensi pada tujuan, (4) Ketabahan dan keuletan, (5) Devosi untuk mencapai
tujuan, (6) Tingkatan aspirasi, (7) Tingkatan kualifikasi dari prestasi, (8)
Arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Angket
tersebut berbentuk pilihan ganda dengan lima alternatif jawaban terstrukur,
yaitu a, b, c, d dan e. Untuk keperluan analisisnya, setiap alternatif
jawaban diekuivalensikan dengan skor
tertentu. Alternatif jawaban untuk item positif yang memilih jawaban a = 5, b = 4, c = 3, d = 2, dan e = 1. Untuk item negatif sebaliknya yang menjawab a = 1, b =
2, c = 3, d = 4, e = 5. Dengan mengacu kepada teknik pensekoran
tersebut akan diperoleh skor tertinggi
yaitu 15x5 = 75 dan skor terendah 15x1 = 15. Hasil perhitungan akan
dikategorikan berdasarkan limit interval jenjang dengan kualifikasi dalam
rentang nilai yang terendah 0,5 dan tertinggi 5,0. Skala nilai dengan kategori
sebagai berikut:
Interpretasi
data variable Y dengan melihat kriteria sebagai berikut:
1,00
– 1,79 = Sangat rendah
1,80
– 2,59 = Rendah
2,60
– 3,39 = Cukup / sedang
3,40
– 4,19 = Tinggi
4,20
– 5,00 = Sangat tinggi
(Sambas Ali muhidin, dkk 2009: 146)
Setelah
angket disebarkan, penulis memperoleh data realitas kondisi tiap indikator
variable Y sebagai berikut:
a.
Durasi Kegiatan
Pada indikator ini digunakan 2
item pertanyaan, yaitu nomor 1 dan 2. Untuk item nomor 1 diperoleh
data 29 siswa menjawab a, 8 siswa menjawab b, 3 siswa menjawab
c, 0 siswa menjawab
d, dan 0 siswa menjawab
e, sehingga rata-rata jawabannya adalah (29x5 = 145) + (8 x
4 = 32) + (3 x 3 = 9) + (0x 2) + (0 x 1) = 186: 40 = 4,65. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi sangat tinggi
karena berada pada interval 4,20
– 5,00. Kemudian pada item nomor 2 diperoleh data 10 siswa menjawab a, 7 siswa menjawab b, 19 siswa menjawab
c, 4 siswa menjawab d, dan 0 siswa menjawab e, sehingga
rata-rata jawabannya adalah (10x5 = 50) + (7 x
4 = 28) + (19x 3 = 57) + (4x 2 = 8) + (0 x 1) =
143: 40 = 3,57. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi tinggi karena
berada pada interval 3,40 – 4,19.
Berdasarkan
data dari kedua item pertanyaan diatas, dapat diketahui angka rata-rata
akhirnya adalah (4,65+3,57= 8,4: 2 =
4,2).
Dengan demikian, indikator ini tergolong kedalam kategori tinggi karena berada pada interval 3,4 – 4,2.
b.
Frekuensi
kegiatan
Pada indikator ini digunakan 2
item pertanyaan, yaitu nomor 3 dan 4. Untuk item nomor 3 diperoleh
data 9 siswa menjawab a, 6 siswa menjawab b, 7 siswa menjawab
c, 4 siswa menjawab
d, dan 14 siswa menjawab
e, sehingga rata-rata jawabannya adalah (9x5 = 45) + (6 x
4 = 24) + (7 x 3 = 21) + (4x 2 = 8)
+ (14 x 1 =
14) = 112: 40 = 2,8. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi cukup / sedang karena berada pada interval 2,60 – 3,39. Pada item nomor 4 diperoleh data 25 siswa menjawab a, 8 siswa menjawab b, 6 siswa menjawab
c, 1 siswa menjawab d, dan 0 siswa menjawab e, sehingga
rata-rata jawabannya adalah (25x5 = 125) + (8 x 4 = 32) + (6x 3 = 18) + (1x 2 = 2) + (0 x 1) =
177: 40 = 4,42. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi sangat tinggi
karena berada pada interval 4,20 – 5,00.
Berdasarkan
data dari kedua item pertanyaan diatas, dapat diketahui angka rata-rata
akhirnya adalah (2,8+4,42= 7,22: 2 =
3,61).
Dengan demikian, indikator ini tergolong kedalam kategori tinggi karena berada pada interval 3,4 – 4,2.
c.
Presistensi pada
tujuan
Pada indikator ini digunakan 2
item pertanyaan, yaitu nomor 5 dan 6. Untuk item nomor 5 diperoleh
data 8 siswa menjawab a, 7 siswa menjawab b, 11 siswa menjawab
c, 12 siswa menjawab
d, dan 2 siswa menjawab
e, sehingga rata-rata jawabannya adalah (8x5 = 40) + (7 x
4 = 28) + (11 x 3 = 33) + (12x
2 = 24) + (2 x 1 =
2) = 127: 40 = 3.17. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi cukup / sedang karena berada pada interval 2,60 – 3,39. Pada item nomor 6 diperoleh data 13 siswa menjawab a, 12 siswa menjawab b, 11 siswa menjawab c, 4 siswa menjawab d, dan 0 siswa menjawab e, sehingga
rata-rata jawabannya adalah (13x5 = 65) + (12 x
4 = 48) + (11x 3 = 33) + (4x 2 = 8) + (0 x 1) =
154: 40 = 3,85. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi tinggi karena
berada pada interval 3.40– 4,19.
Berdasarkan
data dari kedua item pertanyaan diatas, dapat diketahui angka rata-rata
akhirnya adalah (3,17+3,85= 7,02: 2
= 3,51).
Dengan demikian, indikator ini tergolong kedalam kategori tinggi karena berada pada interval 3,4 – 4,2.
d.
Ketabahan dan
keuletan
Pada indikator ini digunakan 2
item pertanyaan, yaitu nomor 7 dan 8. Untuk item nomor 7 diperoleh
data 17 siswa menjawab a, 8 siswa menjawab b, 12 siswa menjawab
c, 2 siswa menjawab
d, dan 1 siswa menjawab
e, sehingga rata-rata jawabannya adalah (17x5 = 85) + (8 x
4 = 32) + (12 x 3 = 36) + (2x 2 = 4)
+ (1 x 1 =
1) = 158: 40 = 3.95. Nilai
rata-rata tersebut termasuk kualifikasi cukup / sedang karena berada pada
interval 2,60
– 3,39. Pada item nomor
8 diperoleh data
12 siswa menjawab a, 11
siswa menjawab b, 14 siswa menjawab c, 3 siswa menjawab d, dan 0 siswa menjawab e, sehingga
rata-rata jawabannya adalah (12x5 = 60) + (11 x
4 = 44) + (14x 3 = 42) + (3x 2 = 6) + (0 x 1) =
152: 40 = 3,8. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi tinggi karena
berada pada interval 3.40– 4,19.
Berdasarkan
data dari kedua item pertanyaan diatas, dapat diketahui angka rata-rata
akhirnya adalah (3,95+3,8= 7,75: 2 =
3,87).
Dengan demikian, indikator ini tergolong kedalam kategori tinggi karena berada pada interval 3,4 – 4,2.
e.
Devosi untuk
mencapai tujuan
Pada indikator ini digunakan 2 item pertanyaan, yaitu nomor 9 dan 10. Untuk item nomor 9
diperoleh data 13 siswa menjawab a,4 siswa menjawab b, 21 siswa menjawab c, 1 siswa menjawab d, dan
1 siswa menjawab
e, sehingga rata-rata jawabannya adalah (13x5 = 65) + (4 x
4 = 16) + (21 x 3 = 63) + (1x 2 = 2)
+ (1 x 1 =
1) = 147: 40 = 3.67. Nilai
rata-rata tersebut termasuk kualifikasi tinggi
karena berada pada interval 3.40– 4,19..
Pada item nomor 10 diperoleh data
7 siswa menjawab a, 3
siswa menjawab b, 14 siswa menjawab c, 5 siswa menjawab d, dan 11 siswa
menjawab e, sehingga
rata-rata jawabannya adalah (7x5 = 35) + (3 x
4 = 12) + (14x 3 = 42) + (5x 2 = 10) + (11 x 1 = 11) = 110: 40 = 2,75. Nilai
rata-rata tersebut termasuk kualifikasi cukup / sedang karena berada pada
interval 2,60
– 3,39.
Berdasarkan data dari kedua item
pertanyaan diatas, dapat diketahui angka rata-rata akhirnya adalah (3,67+2,75 = 6,42: 2 = 3,21). Dengan
demikian, indikator ini tergolong kedalam kategori cukup / sedang karena berada
pada interval 2,60
– 3,39.
f.
Tingkatan
aspirasi
Pada indikator ini digunakan 1
item pertanyaan, yaitu nomor 11. Untuk item nomor 11
ini diperoleh data 13 siswa menjawab a, 9 siswa menjawab b, 13 siswa menjawab c, 5 siswa menjawab d, dan
siswa menjawab
e, sehingga rata-rata jawabannya adalah (13x5 = 65) + (9x 4
= 36) + (13 x 3 = 39) + (5x 2 = 10)
+ (0x 1) =
150: 40 = 3.75. Nilai
rata-rata tersebut termasuk kualifikasi tinggi
karena berada pada interval 3.40– 4,19.
g.
Tingkatan
kualifikasi dari prestasi
Pada indikator ini digunakan 2
item pertanyaan, yaitu nomor 12 dan 13. Untuk item nomor
12 diperoleh data 26 siswa menjawab a, 7 siswa menjawab b, 7 siswa menjawab c, 0 siswa menjawab d, dan
0 siswa menjawab
e, sehingga rata-rata jawabannya adalah (26x5 = 130) + (7x
4 = 28) + (7 x 3 = 21) + (0x2) + (1 x 1) = 179: 40 = 4,25. Nilai
rata-rata tersebut termasuk kualifikasi sangat
tinggi karena berada pada interval 4,20 – 5,00.
Pada item nomor 13 diperoleh
data
23 siswa menjawab a, 6
siswa menjawab b, 8 siswa menjawab c, 3 siswa menjawab d, dan 0 siswa
menjawab e, sehingga
rata-rata jawabannya adalah (23x5 = 115) + (6 x 4 = 24) + (8x 3 = 24) + (3x 2 = 6) + (0 x 1) =
169: 40 = 4,22. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi tinggi karena
berada pada interval 3.40– 4,19.
Berdasarkan
data dari kedua item pertanyaan diatas, dapat diketahui angka rata-rata
akhirnya adalah (4,25+4,22 = 8,47: 2
= 4,23).
Dengan demikian, indikator ini tergolong kedalam kategori sangat tinggi karena
berada pada interval 4,20 – 5,00.
h.
Arah sikap
terhadap sasaran kegiatan
Pada indikator ini digunakan 2
item pertanyaan, yaitu nomor 14 dan 15. Untuk item nomor
14 diperoleh data 6 siswa menjawab a, 6 siswa menjawab b, 15 siswa menjawab c, 9
siswa menjawab d, dan 4 siswa menjawab
e, sehingga rata-rata jawabannya adalah (6x5 = 30) + (6x 4
= 24) + (15x 3 = 45) + (9x2 = 18)
+ (4 x 1 =
4) = 121: 40 = 3,02. Nilai
rata-rata tersebut termasuk kualifikasi cukup / sedang karena berada pada
interval 2,60
– 3,39. Pada item nomor 15 diperoleh
data
19 siswa menjawab a, 4
siswa menjawab b, 16 siswa menjawab c, 1 siswa menjawab d, dan 0 siswa
menjawab e, sehingga
rata-rata jawabannya adalah (19x5 = 95) + (4 x 4 = 16) + (16x 3 = 48) + (1x 2 = 2) + (0 x 1) =
161: 40 = 4,02. Nilai rata-rata tersebut termasuk
kualifikasi tinggi karena
berada pada interval 3.40– 4,19.
Berdasarkan
data dari kedua item pertanyaan diatas, dapat diketahui angka rata-rata
akhirnya adalah (3,02+4,02 = 7,04: 2
= 3,52).
Dengan demikian, indikator ini tergolong kedalam kategori tinggi karena berada pada interval 3,4 – 4,2.
2.
Uji Normalitas
Variabel Y
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui normal atau
tidaknya distribusi frekuensi (variabel Y) analisis yang digunakan untuk uji
normalitas ini yaitu dengan perhitungan Chi Kuadrat. Berdasarkan
perhitungan sebagaimana terlampir, maka dapat disimpulkan bahwa data
kuantitatif variabel Y berdistribusi normal karena Chi kuadrat hitung
lebih kecil 7,35 dari
chi kuadrat tabel sebesar 9,49.
3.
Tendensi Sentral
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui skor rata-rata
jawaban siswa kelas VII, VIII dan IX SMP Plus Robithoh Sekesalam Bandung. Dari
perhitungan tendensi sentral sebagaimana uraian terlampir, Berdasarkan perhitungan diperoleh harga mean = 56,75 median =
56,12 dan modus = 45,5 . Dapat disimpulkan bahwa Me>Md>Mo yang artinya kurva variabel Y memiliki kemiringan kearah
positif..
4.
Interfretasi
Variabel Y
Berdasatkan
hasil perhitungan analisis perindikator diatas, dapat diinterpretasikan
katergorivariabel Y dengan rumus fx: (n
x jumlah item soal) = 2270 : (40 x 15) = 3,78. Nilai ini termasuk kedalam
kategori cukup / sedang karena berada pada nilai rentang antara 2,60 – 3,39.
Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa motivasi belajar siswa pada mata
pelajaran PAI termasuk pada kualifikasi cukup / sedang.
D.
Realitas Pengaruh Penggunaan Metode Mau’izah terhadap Motivasi
Belajar PAI di SMP Plus Robithoh Sekesalam Ciparay Bandung
Proses selanjutnya adalah cara untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh penggunaan metode mau’izah terhadap motivasi belajar
PAI di sekolah. Dari hasil uji normalitas kedua variabel ternyata
keduanya berdistribusi normal, maka langkah selanjutnya dilakukan analisis
korelasi dengan urayan sebagai berikut:
1.
Persamaan
linieritas regresi
Berdasarkan penghitungan teerlampir, diperoleh hasil
bahwa persamaan linieritas regresi antara variabel X (penggunaan metode mau’izah) terhadap variabel Y (motivasi
belajar siswa pada mata pelajaran PAI) adalah
2.
Uji linieritas
regresi
Berdasarkan hasil penghitungan
terlampir, diperoleh hasil bahwa Fhitung adalah 0,078 dan Ftabel adalah 0,95, maka
Fhitung < Ftabel, dengan demikian regresi linier. Hal ini menunjukan bahwa
antara variebel X yaitu penggunaan metode mau’izah
terhadap variabel Y yaitu motivasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI adalah beregresi linier.
3.
Koefesien
korelasi
Dari
hasil uji normalitas dan uji linieritas regresi, diketahui bahwa variabel
berdistribusi normal dan beregresi linier, untuk koefesien korelasi digunakan
rumus Product Moment. Berdasarkan hasil perhitungan korelasi
Product Moment, harga koefisien korelasi yang tercantum
dalam lampiran diperoleh angka sebesar 0,44 dengan kualifikasi ” sedang / cukup
” karena berada pada interval 0,40 s/d 0,70.
4. Uji Hipotesis ( t )
Diperoleh t hitung
sebesar 3,04 dan t tabel 2,03. Hal ini berarti hipotesis yang diajukan (Ha)
diterima artinya terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan metode mau’izah terhadap motivasi belajar
PAI.
5.
Besar Pengaruhnya
Besar
harga koefisien determinasi adalah sebesar 19,36 %. Hal ini menggambarkan bahwa
pengaruh penggunaan metode mau’izah
mempengaruhi
motivasi belajar PAI di sekolah.
Adapun besarnya pengaruh variable X terhadap variable Y adalah sebesar 19,36%
artinya masih terdapat 80,64% faktor
lain yang mempengaruhi motivasi siswa belajar PAI.
No comments:
Post a Comment