BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan
bertujuan bukan hanya membentuk manusia yang cerdas otaknya dan terampil dalam
melaksanakan tugas, namun diharapkan menghasilkan manusia yang memiliki moral,
sehingga menghasilkan warga negara yang baik. Hal ini sesuai dalam UU RI No. 2
Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), Bab II Pasal 4,
dijelaskan bahwa: “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab.
Pendidikan
nilai dan moral memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan budi
pekerti dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya
menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun
kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang
baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial
tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh
karena itu, hakikat dari Pendidikan Nilai dan Moral dalam konteks pendidikan di
Indonesia adalah budi pekerti, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang
bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri.
Dewasa ini banyak
pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan Pendidikan Nilai
dan Moral pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada
fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam
masyarakat, seperti perkelahian masal dan berbagai kasus dekadensi moral
lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, seperti Jakarta, gejala tersebut
telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga
pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat
meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian siswa. Berkaitan dengan
pembahasan di atas, bahwa pendidikan nilai dan moral adalah sebuah wadah
pembinaan akhlak. Maka hal ini perlu adanya sebuah pendekatan yang akan membawa
siswa atau peserta didik untuk memaknai dan menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari di masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
pendekatan PKn sebagai pendidikan nilai dan moral di SD?
2. Bagaimana
pendidikan nilai dan moral dalam standart isi PKn di SD?
3. Bagaimana
hubungan interaktif pengembangan nilai dan moral dalam PKn SD?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pendekatan PKn sebagai pendidikan nilai dan moral di SD.
2. Untuk
megetahui pendidikan nilai dan moral dalam standart isi PKn di SD.
3. Untuk mengetahui hubungan interaktif
pengembangan nilai dan moral dalam PKn SD.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendekatan PPKn Sebagai Pendidikan Nilai dan Moral di SD
Herman
(1972) mengemukakan suatu prinsip yang sangat mendasar, yakni bahwa “value is
neather taught nor cought it is learnded” yang artinya bahwa subtansi nilai
tidaklah semata-mata ditangkap dan diajarkan tetapi lebih jauh, nilai dicerna
dalam arti ditangkap, diinternalisasi, dibakukan sebagai bagian yang melekat
dalam kualitas pribadi seseorang melalui proses belajar.
Dalam
latar belakang kehidupan masyarakat, proses pendidikan nilai sudah barlangsung
dalam kehidupan masyarakat dalam berbagai bentuk tradisi. Contohnya tradisi
dongeng dan sejenisnya yang dulu dilakukan oleh orang tua terhadap anak dan
cucunya semakin lama semakin tergeser oleh film kartun atau sinetron dalam
media massa tersebut. Disitulah pendidikan nilai menghadapi tantangan
konseptual, instrumen, dan operasional.
Secara
konstitusional demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang theistis atau
demokrasi yang berketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu pendidikan nilai
bagi Indonesia seyogyanya berpijak pada nilai-nilai keagamaan, nilai demokratis
yang berketuhanan Yang MahaEsa, dan nilai sosial kultural yang berbineka
tunggal ika.
Konsepsi
pendidikan nilai moral Piaget yang menitik beratkan pada pembangunan kemampuan
mengambil keputusan dan memecahkan masalah moral dalam kehidupan dapat diadaptasi
dalam pendidikan nilai di Indonesia dalam konteks demokrasi konstitusional
Indonesia dan konteks sosial-kultural masyarakat Indonesia yang berBhineka
Tunggal Ika termasuk dalam keyakinan agama.
Konsepsi
pendidikan nilai moral Kohlberg yang menitikberatkan pada penalaran moral
melalui pendekatan klarifikasi nilai yang memberi kebebasan kepada individu
peserta didik untuk memilih posisi moral, dapat digunakan dalam konteks pembahasan
nilai selain nilai akidah sesuai dengan keyakinan agama masing-masing. Sedangkan
teori tingkatan dan tahapan perkembangan moral Kohlberg secara konseptual dapat
digunakan sebagai salah satu landasan bagi pengembangan paradigma penelitian
perkembangan moral bagi warga Indonesia.
Kerangka
konsepsual komponen Good Charakter dari Lickona yang membagi karakter menjadi
wawasan moral, perencanaan moral, dan perilaku moral dapat dipakai untuk
mengklasifikasikan nilai moral dalam pendidikan nilai di Indonesia dengan
menambahkan kedalam masing-masing dimensi itu aspek nilai yang berkenan dengan
konteks keagamaan seperti wawasan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam dimensi Wawasan
Moral, Perasaan mengabdi kepada Tuhan yang Maha Esa dalam dimensi Perasaan
Moral, dan Perilaku moral kekhalifahan dalam dimensi Perilaku Moral.
B. Pendidikan Nilai dan Moral Dalam Standart Isi PKn di
SD
Dalam lampiran Permendiknas No.
22 tahun 2006 dikemukakan bahwa “Mata
Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan
pada pembentukan warga negara
yang memahami
dan mampu melaksanakan hak–hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan
berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945”.
PKN
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut
1. Berfikir
secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Pertisipasi
secara aktif dan bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta anti korupsi.
3. Berkembang
secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter–karakter
masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa–bangsa lainnya.
4. Berinteraksi
dengan bangsa–bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak
langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Dalam
ruang lingkup mata pelajaran PKN untuk pendidikan dasar dan menengah, menurut
Permendiknas No. 22 Tahun
2006 secara umum meliputi subtansi kurikuler yang didalannya mengandung nilai
dan moral sebagai berikut .
1. Persatuan
dan Kesatuan bangsa, meliputi : Hidup
rukun dalam perbedaaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia,
Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam
pembelaan negara, siakap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Keterbukaan dan jaminan keadilan.
2. Norma,
hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib
disekolah, Norma–norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum
dan peradilan nasional , hukum dan peradilan internasional.
3. Hak
Asasi Manusia, meliputi hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota
masyarakat, instrument nasional dan internasional HAM, pemajuan , penhormatan
dan perlindungan HAM .
4. Kebutuhan
warga negara meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat,
kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai
keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga Negara.
5. Kostitusi
Negara meliputi : Proklamasi kemerdekan dan konstitusi yang pertama,
konstitusi–konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara
dengan konstitusi
6. Kekuasaan
dan Politik meliputi:
Pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi pemerintahan
pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju
masyarakat madani, sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi.
7. Pancasila,
meliputi kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses
perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai–nilai pancasila
dalam kehidupan sehari–hari, Pancasila sebagai ideology terbuka.
8. Globalisasi
meliputi: Globalisasi dilingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era
globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan Internasional dan organisasi
Internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.”
Khusus
untuk SD/MI lingkup isi Pendidikan Kewarganegaraan dikemas dalam Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
Standar
kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan
materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan standar
proses dan penilaian.
C. Hubungan Interaktif Pengembangan Nilai dan Moral dalam
PPKn SD
Hubungan
interaktif proses pengembangan nilai dan moral dengan proses pendidikan di
sekolah harus dilihat dalam paradigma pendidikan nilai secara konseptual dan
operasional. Konsep-konsep “values education, moral education, education of
virtues” yang secara teoritik oleh Lickona (1992) diperkenalkan sebagai program
dan proses pendidikan yang tujuannya selain mengembangkan pikiran atau menurut
Bloom untuk mengembangkan niali dan sikap. Rosevelt mengatakan bahwa “mendidik
orang, hanya tertuju pada pikirannya dan bukan moralnya, sama dengan mendidikan
keburukan kepada Masyarakat”.
Secara
teoritik nilai moral berkembang secara psikologis dalam diri individu mengikuti
perkembangan usia dan konteks
sosial. Dalam kaitannya dengan usia,
Piaget merumuskan perkembangan kesadaraan dan pelaksanaan aturan sebagai
berikut:
Tahap
pada domain kesadaran mengenai aturan:
1. Usia
0-2 tahun. Pada awal usia ini aturan dirasakan sebagai hal yang tidak memaksa.
2. Usia
2-8 tahun. Pada usia aturan disikapi sebagai hal yang bersikap sacral dan
diterima tanpa pemikiran.
3. Usia
8-12 tahun. Pada usia ini aturan diterima sebagai hasil kesepakatan.
Tahapan
pada domain pelaksanaan aturan:
1. Usia
0-2 tahun. Pada usia ini aturan dilakukan sebagai hal yang hanya bersifat
motorik saja.
2. Usia
2-6 tahun. Pada usia ini aturan dilaksanakan sebagai perilaku yang lebih
berorientasi pada diri sendiri.
3. Usia
6-10 tahun. Pada usia ini aturan diterima sebagai perwujudan dari kesepakatan.
4. Usia
10-12 tahun. Pada usia ini aturan diterima sebagai ketentuan yang sudah
dihimpun.
Bertolak
dengan teorinya itu Piaget menyimpulkan bahwa pendidikan sekolah seyogiyanya
menitik beratkan pada pengembangan kemampuan mengambil keputusan dan memecahkan
masalah dan membina perkembangan moral dengan cara menuntut pada peserta didik
untuk mengembangkan aturan berdasarkan keadilan/kepatutan. Dengan kata lain,
pendidikan nilai berdasarkan teori Piaget adalah pendidikan nilai moral atau
nilai etis yang dikembangkan berdasarkan pendekatan psikologi berkembang moral
kognitif. Di situlah pendidikan nilai dititikberatkan pada pengembangan
perilaku moral yang dilandasi oleh penalaran moral yang dicapai dalam konteks
kehidupan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang memiliki salah satu misinya
sebagai pendidikan nilai. Dalam proses pendidikan nasional PKn pada dasarnya
merupakan wahana pedagogis pembangunan watak atau karakter. Sarana makro PKn
juga merupakan wahana sosial-pedagogis pencerdasan kehidupan bangsa. Hal ini
sejalan dengan konsepsi fungsi pendidikan nasional membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam konteks pencapaian tujuan pendidikan nasional PKn secara
substamtif-pedagogis menyentuh semua esensi tujuan pendidikan nasional mulai
dari iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kretaif, madiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.
PKn
sebagai pendidikan nilai memiliki kontribusi terhadap semua substansi tujuan.
Oleh karena itu PKn sebagai pendidikan nilai memiliki misi psiko-pedagogis dan
sosio-pedagogis dalam pengembangan nilai-nilai: keberagamaan dalam
konteks beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; moral social
keberagamaan dalam konteks berakhlak mulia; nilai ketahanan
jasmani dan rohani dalam konteks sehat; kebenaran dan kejujuran akademis dalam
konteks berilmu melekat; terampil dan cermat dalam konteks cakap;
kebaruan (novelty) dalam konteks kreatif; ketekunan dan percaya diri dalam konteks mandiri; dan kebangsaan,
demokrasi dan patriotisme dalam konteks warga Negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.
B.
Saran
1. Orang tua di dalam rumah harus
bertanggung jawab untuk mendidika moral anaknya.
2. Guru di sekolah juga bertanggungjawab untuk mendidik
moral anak didiknya, tidak hanya sekedar pintar dalam keilmuan tetapi harius
pentar dalam bertindak dan bersikap (berakhlak).
DAFTAR RUJUKAN
Udin S.
Winataputra, 2014, Pembelajaran PKN di SD (Tangerang: Universitas Terbuka)
http://dekmah.blogspot.com/2016/04/dekmah-karakteristik-pkn-sebagai-nilai.html
HANYA CONTOH
JANGAN LUPA DIEDIT
No comments:
Post a Comment